Bimbingan Pastoral Sekretaris Jenderal HKBP Pada Retreat Parompuan HKBP


Yang kami hormati dan kasihi di dalam Tuhan: Ompui Ephorus HKBP, Pdt. Dr. Robinson Butarbutar dan Inang Srimiaty Simatupang, M.Hum, Kadep Koinonia, Pdt. Dr. Deonal Sinaga dan Inang br. Sitorus, Kadep Diakonia, Pdt. Debora Purada Sinaga, M.Th, Ketua Konferensi Perempuan HKBP, Inang Dra. Devi Panjaitan br Simatupang yang hadir secara virtual, Inang Ev. Dra. Anita Gizelle Lubis, MBA, MA, seluruh Ketua PPD, dan seluruh Ibu-Ibu yang terkasih.

Pada kesempatan yang baik dan indah ini perkenankanlah secara singkat saya menyampaikan tiga hal.

1. Pentingnya Retreat dalam Kehidupan

Retreat di sini dimaksudkan, “Untuk sementara waktu menjauhkan diri sendiri dari lingkungan keseharian. Kegiatan retreat dapat dilakukan untuk alasan yang berhubungan dengan kebutuhan spiritual, menghindari stress, menjaga kesehatan, membangkitkan semangat untuk melanjutkan kehidupan dan karya”. Penyegaran emosi, jiwa, dan tubuh dibutuhkan dalam menjalani kehidupan.

• Kita dapat menganalogikan “tali gitar dengan analogi gitar” untuk menggambarkan ritme kehidupan. Hidup yang supersibuk tanpa jeda tanpa rileksasi, tanpa waktu hening bagaikan tali gitar yang distel terlalu kencang yang terancam cepat putus.

• Hidup yang terlalu santai, makan, tidur, duduk, jalan-jalan tanpa kerja bagaikan tali gitar yang stelannya terlalu kendor. Ada bunyi, tapi tidak bermakna malah bisa mengganggu ketenangan orang lain.

• Hidup yang seimbang: doa, komunikasi, kreasi, rekreasi, dan evaluasi bagaikan tali gitar yang distel dengan tepat, dipetik oleh musisi handal. Gitar pun sehat dan selamat, yang memainkan dan yang mendengarkan terberkati.

• Tingkat stres makin tinggi. Mengherankan memang: banyak kemudahan, ekonomi lebih baik, pendidikan lebih baik tetapi stress meningkat.

Kita sedang hidup di era serba terburu-buru. Kehidupan yang super sibuk dianggap berbagai kalangan pula sebagai sebuah prestasi dan mendongkrak status sosial. Orang bangga kalau disebut sebagai orang sibuk.

Amat mengherankan atau lebih tepatnya amat memprihatinkan justru di tengah kesejahteraan ekonomi yang lebih baik dibanding puluhan tahun lalu dan di tengah tersedianya banyak kemudahan justru tingkat stres manusia meningkat. Padahal, sebagaimana kesimpulan para pakar bahwa 90% penyakit modern (seperti tingginya kadar kolestrol, gula darah dan tekanan darah) disebabkan oleh karena pikiran atau stres.

Retreat yang dilakukan para perempuan HKBP saat ini merupakan suatu kesempatan baik untuk menyegarkan ulang kehidupan sehingga ibu-ibu kembali menjalani kehidupan dan pekerjaan atau pelayanan dengan pikiran jernih, hati bening, dan energi melimpah.

2. Perkenankan saya menyegarkan ulang salah satu yang sudah saya sampaikan pada Konferensi Perempuan 2021 lalu. Dari sudut pandang Alkitab dan doktrin HKBP, tidak ada keraguan kita bahwa laki-laki dan perempuan adalah sama-sama Imago Dei (Kej. 1:26-27). Ajaran ini ditegaskan kembali dalam Konfessi HKBP bahwa laki-laki dan perempuan sama harkatnya di hadapan Tuhan. Ajaran tersebut sangat penting kita jemaatkan kepada seluruh generasi di HKBP, mulai dari keluarga, sekolah minggu, pengajaran sidi, dan di dalam khotbah-khotbah bahwa, sekali lagi, laki-laki dan perempuan sama di hadapan Tuhan sebagai gambar Allah, sebagai Imago Dei. Memang ada yang menyerukan penghapusan kata “pangurupi/penolong” dalam Agenda HKBP, secara khusus Agenda Pernikahan. Kata tersebut dianggap merendahkan perempuan. Tetapi dari studi Perjanjian Lama Alkitab kita tahu bahwa kata “pangurupi/penolong” dalam hal ini sangat positif karena kata yang sama lebih sering digunakan untuk Allah dan digunakan juga untuk perempuan. Itu sebabnya syair kor (yang pernah saya dengar dinyanyikan Punguan Ina HKBP) “Jahowa pangurupi di siulaonmi” sangat tepat. Kata pangurupi/penolong di sini bukan menunjukkan kerendahan atau status yang lebih rendah tetapi justru sebaliknya, kata pangurupi/penolong dalam Agenda Pernikahan HKBP menunjukkan bahwa perempuan itu tangguh, kuat, dan pengasih. Sejak lama Saya mengusulkan, kata tersebut tidak perlu dihapus karena sangat positif maknanya, menunjukkan keistimewaan perempuan. Kata yang sama digunakan untuk Allah dan untuk perempuan. Jadi, bukan penghapusan kata “pangurupi” yang kita butuhkan, tetapi yang kita butuhkan adalah penghapusan diskriminasi terhadap perempuan.

3. Dengan kesegaran baru dan inspirasi baru dari retreat ini, biarlah Ibu-ibu yang terkasih kembali dari sini dengan memberi perhatian khusus pada kebaikan anak-anak Sekolah Minggu dan Remaja/Pemuda HKBP.

Kita percaya bahwa anak-anak kita lahir dan hadir di bumi ini dan di tengah keluarga kita bukanlah kebetulan, bukan pula kecelakaan sejarah, melainkan seturut rencana dan rancangan Tuhan yang baik. Bagaimana anak-anak ini hidup di tengah keluarga? Sedikitnya ada dua masalah serius di antara sekian banyak masalah yang menggerogoti anak-anak kita. Pertama, kita mendengar apa yang disebut dengan strawberry generation, yang sangat mudah terluka, yang sangat mudah bad mood, yang labil, daya juangnya lemah. Kedua, munculnya penyakit baru yang disebut dengan game disorder, mirip pengguna narkoba yang kehilangan kemampuan berkonsentrasi dan tidak mungkin lagi belajar dengan baik.

Masalah anak-anak juga tidak terlepas dari keadaan keluarga. Keluarga bermasalah dapat digambarkan dengan: (1) Keluarga Hotel – semua satu bangunan, asik dengan diri sendiri, semua check in dan check out tanpa saling menyapa. (2) Keluarga Rel kereta api : masih bersama ke gereja, ke pesta adat tapi tak pernah bertemu dalam pikiran, pendapat, kemauan. Semuanya berjalan sesuai keinginan masing-masing. (3) Keluarga industri: jika memproduksi jalan terusi jika tidak (tidak punya keturunan, tidak sehat atau tidak produktif) gulung tikar alias bubar. (4) Keluarga Penjara: tidak saling menyukai tetapi harus tinggal bersama. Ia bagaikan “neraka kecil”.

Bagi orang Kristen, Keluarga adalah sebuah jemaat kecil, di mana Tuhan sebagai kepala. Di situ ada persekutuan yang hangat dengan seisi rumah dan selalu terhubung dengan Tuhan. Kasih adalah pengikatnya. Dengan demikian sebuah keluarga penuh sukacita dan kebahagiaan. Kita berharap dan berjuang agar keluarga-keluarga HKBP menjadi keluarga yang tangguh, keluarga yang selalu terhubung dengan Tuhan. Ketangguhan keluarga menentukan kualitas masyarakat kita. Seperti ungkapan Jerman, “Jika semua rumah tangga menyapu halaman rumahnhya maka semua kota akan bersih”.