Renungan Harian HKBP | 12 November 2023 (Epistel)

Doa Pembuka: Terima kasih Tuhan buat nafas kehidupan pada hari Minggu yang Engkau kuduskan ini bagi kami untuk beribadah, memuji dan memuliakan namaMu. Sejenak kami akan mendengarkan firmanMu, kiranya Roh Kudus menerangi hati dan pikiran kami agar dapat menerima dan memahami firmanMu. Dalam Kristus Yesus kami berdoa. Amin.  

 

BERSIAP SEDIA DAN SADAR DALAM MENANTIKAN HARI TUHAN

Nas Epistel: Amos 5 : 18 - 27

 

Ibu, Bapak, Saudara-saudari para pembaca dan pendengar aplikasi Marturia HKBP yang terkasih dalam Tuhan Yesus Kristus. Pembicaraan tentang hari Tuhan adalah sebuah topik yang selalu menarik perhatian banyak orang Kristen di setiap masa, dari berabad-abad yang lalu hingga kini. Ungkapan ”hari Tuhan” telah muncul dalam Perjanjian Lama (PL) dan salah satunya adalah dalam perikop Amos 5:18-27 ini, khususnya dalam ayat 18-20. Secara tradisi, ”hari Tuhan” dipahami umat Israel sebagai kegembiraan mengingat janji-janji Allah bagi masa depan sebagai intik peristiwa keluaran zaman Musa dari Mesir. Bagi umat Israel dalam zaman Amos, ”hari Yahwe” ditandai dengan perayaan yang meriah akan kehadiran Tuhan, sewaktu tindakan penyelamatan di masa lalu diperbarui secara liturgis (lih. 5:23-25). Namun Amos mewartakan kebalikannya. Nabi Amos menjelaskan bahwa ”hari Tuhan” berarti kegelapan, dan bukan terang (ay. 18). Sesudah zamannya, ”hari Tuhan” diberitakan sebagai hari kemurkaan Tuhan melawan Israel (Zef 1:15), atau kelak, selama pembuangan, melawan musuh-musuh Israel (Yes 13:6, 9, Yer 46:10, 21); kemudian ada yang kembali pada pemahaman yang lama, hari keselamatan bagi Israel (Yl 3:4) dan kadang-kadang juga hari penghakiman terakhir (Mal 3:19-23, Mat 24:1).

 

Kembali pada konteks pemberitaan nabi Amos, mengapa Amos memberitakan ”hari Tuhan” sebagai sebuah kegelapan dan bukan terang? Mengapa dalam ayat 21-23 didaftarkan serentetan ritual ibadah umat Israel: perayaan dan perkumpulan raya umat dibenci bahkan dihinakan oleh Tuhan? Mengapa kurban-kurban bakaran, kurban-kurban sajian, kurban keselamatan umat berupa ternak yang tambun tidak mau dipandang Tuhan? Demikian pula keramaian nyanyian-nyanyian umat dan lagu gambus mereka tidak mau didengar Tuhan? Dalam keseluruhan ritus ibadah umat Irael dan berbagai kesemarakan dalam peribadahan mereka itu ternyata tidak disukai dan tidak berkenan di hadapan Allah. Tentulah hal ini menimbulkan tanda tanya mengenai ketidaksukaan dan ketidakberkenanan Tuhan atas segala peribadahan mereka. Jawaban atas pertanyaan itu dijelaskan nabi Amos secara gamblang dalam ayat 24, ”Tetapi biarlah keadilan bergulung-gulung seperti air dan kebenaran seperti sungai yang selalu mengalir”. Pernyataan ini hendak menegaskan bahwa daripada melakukan segala ritus ibdah dan perayaan keagaaman yang meriah, ternyata Tuhan lebih menghendaki umat Israel melakukan keadilan dan kebenaran dengan sungguh-sungguh dalam kehidupan nyata mereka setiap harinya, bahkan keadilan itu digambarkan bergulung-gulung seperti air dan kebenaran seperti sungai yang selalu mengalir. Seruan ini juga menggemakan pernyataan Amos sebelum perikop ini, yakni di ayat 1-15, ”Carilah yang baik dan jangan yang jahat, supaya kamu hidup; dengan demikian TUHAN, Allah semesta alam, akan menyertai kamu, seperti yang kamu katakan. Bencilah yang jahat dan cintailah yang baik; dan tegakkanlah keadilan di pintu gerbang; mungkin TUHAN, Allah semesta alam, akan mengasihani sisa-sisa keturunan Yusuf”.

Inilah yang menjadi inti pemberitaan nabi Amos kepada umat Allah di abad ke-8 sebelum Kristus, agar mereka tidak hanya taat dalam melaksanakan ritus peribadahan saja namun juga mencintai perbuatan yang baik dan membenci kejahatan, demikian juga menegakkan kebenaran dan keadilan dengan sungguh-sungguh dan menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan keseharian mereka.

 

Ibu, Bapak, Saudara-saudari para pembaca dan pendengar aplikasi Marturia HKBP yang terkasih dalam Tuhan Yesus Kristus. Kritik sosial yang disampaikan pada zaman nabi Amos kepada umat Israel merupakan sebuah seruan agar bersungguh-sungguh melaksanakan perintah Allah untuk mengasihi sesama manusia. Kritik sosial nabi Amos ribuan tahun yang lalu ini juga masih relevan dalam konteks kehidupan kita pada masa kini, di mana kita masih menyaksikan berbagai persoalan ketidakbenaran atau kebohongan dari para penguasa yang masih merajalela, ketidakadilan dan tindakan sewenang-wenang terhadap si miskin nan lemah. Demikian juga penegakan hukum yang masih tebang pilih dan menguntungkan pihak tertentu yang lebih berkuasa sehingga muncullah ungkapan mengenai pelaksanaan hukum yang ”tumpul ke atas, tajam ke bawah”. Di samping itu, tindakan korupsi, kolusi dan nepostime (KKN) juga masih saja dipertontonkan oleh para pejabat dan aparatur negara, walapun institusi yang berwajib telah gencar melakukan upaya untuk memberantasnya. Terlebih dalam memasuki tahun politik di tahun 2024 mendatang, dalam pemilihan calon anggota legislatif juga pemilihan kepala daerah hingga presiden, berbagai tindakan akan dilakukan untuk memenangkan calon pilihannya masing-masing, yang seringkali memicu konflik di tengah masyarakat dan bangsa yang kita cintai. Sebagai orang percaya, tugas kita adalah turut ambil bagian dalam melakukan berbagai upaya kebaikan, menegakkan hukum, keadilan dan kebenaran dengan sungguh-sungguh serta menghindari segala perbuatan yang koruptif dan manipulatif yang bermuara pada timbulnya tindak kejahatan dan kekacauan dalam masyarakat. Seorang teolog, Pdt. Dr. Eka Darmaputera, mengatakan bahwa ”ibadah ritual” yang kita lakukan dalam peribadahan di tempat-tempat ibadah juga harus kita tindaklanjuti dan wujudkan dalam ”ibadah aktual”, yaitu dalam kehidupan kita sehari-hari dalam masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang kita cintai bersama. Dengan demikian, sejalan dengan perikop khotbah Evangelium pada hari Minggu ini, 1 Tesalonika 5:1-11, maka sikap kita sebagai orang percaya dalam menantikan hari Tuhan adalah dengan senantiasa berjaga-jaga dan sadar, serta hidup sebagai anak-anak terang. Kehidupan anak-anak terang tentulah harus menghidupi kebaikan, kebenaran, keadilan, kasih dan damai sejahtera. Dengan senantiasa berpegang teguh pada firman Tuhan, maka kita hidup dalam perilaku yang dikehendaki Tuhan, sehingga dalam penantian datangnya hari Tuhan, kita menjadi orang yang bersiap sedia dan hidup dalam terang Tuhan. Betapa indahnya hidup dalam terang Tuhan hingga hari kedatanganNya kelak. Ya, marilah kita hidup dalam terang Tuhan. Amin.  

 

Doa Penutup: Ya Tuhan Allah Bapa kami, terima kasih atas sapaan firmanMu pada hari Minggu ini, yang telah mengingatkan kami untuk hidup dalam terang turan, mencintai kebaikan, menegakkan kebenaran, keadilan, hukum dan segala sesuatu yang Tuhan kehendaki dalam hidup kami anak-anakMu. Bimbing dan arahkanlah hidup kami untuk menyambut kedatangan hari Tuhan dengan sikap berjaga-jaga dan sadar, hidup sebagai anak-anak terang serta menjadi pelaku kebaikan, kebenaran dan keadilan. Dalam Kristus Yesus, Tuhan dan Juruselamat kami, dengarlah doa permohonan kami. Amin.    


Pdt. Herwin P. Simarmata, M.Th- Kepala Biro Kategorial Ama dan Lansia