HKBP Sambut Gembira Pengesahan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual oleh DPR RI


Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI melakukan Sidang Paripurna DPR ke-19 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2021-2022, Selasa (12/4/2022) secara semi virtual. Pada sidang kali ini, ketua DPR RI, Puan Maharani dari Gedung DPR RI, Senayan Jakarta mengajukan beberapa agenda kepada anggota DPR RI untuk disetujui dibahas dan ditetapkan, antara lain:

1. Laporan Komisi I DPR RI atas hasil uji kelayakan (fit and propert test) terhadap Calon Anggota Komisi Informasi Pusat (KIP) Periode 2021-2025. Dilanjutkan dengan pengambil keputusan.

2. Laporan Komisi XI DPR RI atas hasil uji kelayakan (fit and propert test) terhadap Calon Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Periode 2022-2027. Dilanjutkan dengan pengambil keputusan.

3. Pembicaraan tingkat II/Pengambil keputusan terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

4. Pendapat fraksi-fraksi terhadap RUU usul inisiatif Komisi DPR RI yaitu RUU tentang Papua Selatan, Papua Tengah dan Pegunungan Tengah. Dilanjutkan dengan pengambil keputusan menjadi RUU DPR RI.

5. Laporan Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR RI terhadap pembahasan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) Tahun 2023. Dilanjutkan dengan pengambil keputusan.

6. Persetujuan perpanjangan waktu terhadap RUU tentang Pembahasan Perlindungan Data Pribadi, Perubahan atas UU No. 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, Hukum Perdata, Praktik Psikologi dan Landas Kontinen.


Sampai kepada pengesahan menjadi Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) melalui pembahasan dan proses yang cukup panjang. Pengambilan keputusan pada sidang diawali pemberian laporan oleh wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) sekaligus Panja RUU TPKS, Willy Aditya.

“Ini adalah RUU yang berpihak dan berperspektif kepada koban. Bagaimana aparat hukum memiliki payung hukum (legal standing) terhadap jenis kasus kekerasan seksual yang selama ini belum ada. Kehadiran negara, bagaimana memberikan rasa keadilan dan perlindungan kepada korban kekerasan seksual,” tegas Willy Aditya.

Usai mendengar laporan yang disampaikan Willy, Puan Maharani selaku Ketua meminta persetuan anggota DPR RI agar RUU TPKS disyahkan menjadi UU.


Mendengar pertanyaan dari Ketua DPR, seluruh anggota yang hadir online dan onsite menjawab “setuju.” Kemudian Puan mengetuk palu pengesahan RUU TPKS menjadi UU TPKS disambut tepuk tangan meriah dari semua anggota dewan.

Turut hadir pada paripurna pengesahan dari perwakilan pemerintah yaitu Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindangan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga, Wakil Menteri Kementerian Hukum dan HAM, Edward Omar Sharif Hiraej, perwakilan Kementerian Sosial, Kementerian Dalam Negeri dan sejumlah perwakilan organisasi seperti Koalisi Perempuan Indonesia, Forum Pengadalayan, Perwati, Perhimpunan Jiwa Sehat, LBH APIK Jakarta, Himpunan Perempuan Disablitas Indonesia dan lain-lain.

Dalam UU TPKS memuat 9 jenis kekerasan seksual yakni, pelecehan pisik, non-pisik, kekerasan berbasis elektronik, penyiksaan seksual, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, eksploitasi seksual, pemaksaan perkawinan, dan perbudakan seks.

HKBP sebagai lembaga keagamaan terbesar ketiga Indonesia menyambut gembira pengesahan RUU TPKS menjadi UU. Suara kenabiaan HKBP harus turut memperlihatkan sikap pembelaan terhadap setiap korban kekerasan seksual yang berdampak pada hidup, masa depan, phisik, jiwa, dan sosial korban. Ompu i Ephorus, Pdt. Dr. Robinson Butarbutar dalam pernyataan sikap HKBP yang ditandatanganinya (16/3/2022) mendorong Pemerintah dan DPR RI untuk pengesahan RUU TPSK menjadi UU.

Ompu i menyampaikan pesannya, HKBP harus mensosialisasikan UU TPSK ini secara luas kepada masyarakat. Sebab UU ini memberi rasa aman dan nyaman bagi seluruh warga negara, terutama pada perempuan, anak-anak, dan kaum disablitas. (B-TIK)

Pustaka Digital